TARAKAN, KALPRESS.ID – Ikan layang menjadi salah satu ikan favorit yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia, tidak terkecuali masyarakat di Kalimantan Utara yang berbatasan dengan Tawau, Malaysia. Kandungan nutrisi yang terkandung dalam ikan yang bertubuh kecil tidak kalah dengan kandungan nutrisi ikan salmon. Selain harganya yang relatif murah, ikan layang memiliki cita rasa yang enak yang disukai oleh banyak kalangan termasuk anak-anak. Sayangnya, nelayan lokal yang melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan sekitar Tarakan, Sebatik, Nunukan tidak menargetkan ikan layang, ikan kembung, ikan salem sebagai tangkapan utama. Sehingga banyak ikan layang dan sejenisnya yang masuk dari Malaysia ke Indonesia. Laut Indonesia memiliki beragam potensi ikan demersal maupun ikan pelagis yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat lokal.
Ketentuan ekspor impor terbatas dengan aturan dan kebijakan antar kedua negara, seperti Indonesia-Malaysia. Dalam kesepakatan bilateral, terdapat kesepakatan Sosek Malindo (Sosial Ekonomi Malaysia-Indonesia) dengan kebijakan tertentu bertujuan untuk meningkatkan taraf sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia dan Malaysia. Perlunya kajian ilmiah oleh akademisi untuk mendukung kebijakan tersebut dengan memberikan pertimbangan yang rasional, serta mendatangkan kebermanfaatan khususnya bagi masyarakat Indonesia. Negara Republik Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari tujuh belas ribu pulau, sehingga potensi sumber daya kelautan dan perikanan sangat melimpah. Ironisnya, terkadang masyarakat Indonesia memilih jalan pintas dalam memanfaatkan dan mengelolan sumber daya kelautan dan perikanan, baik penangkapan ikan menggunakan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan, pengolahan, distribusi dan pemasaran ikan yang tidak dilengkapi dengan dokumen perizinan, maupun pembudidayaan ikan menggunakan pakan dan obat yang tidak sesuai ketentuan.
Sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Rekomendasi Pemasukan Hasil Perikanan dan Ikan Hidup Selain Sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri, membatasi adanya pemasukan hasil perikanan dari luar ke dalam, yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk lokal untuk kepentingan konsumsi rumah tangga masyarakat lokal di Indonesia. Apabila hasil perikanan yang masuk dari luar negeri ke Indonesia tidak dikendalikan, masyarakat nelayan lokal dengan komoditas ikan tertentu akan mengalami kerugian karena persaingan harga yang begitu ketat. Misalnya ikan layang yang dijual khusus di wilayah Nunukan dan Sebatik yang berasal dari Tawau, Malaysia memiliki harga yang relatif lebih rendah dibandingkan ikan layang yang berasal dari nelayan lokal masyarakat Kalimantan Utara. Pemasukan hasil perikanan ditujukan sebagai bahan penolong industri, sehingga dibatasi untuk tidak dipasarkan di masyarakat agar tidak merusak harga pasar ikan lokal.
Ikan layang yang menjadi primadona di kalangan masyarakat Indonesia untuk dikonsumsi sehari-hari, mengakibatkan permintaan terhadap kebutuhan pasar meningkat. Sayangnya di wilayah Kalimantan Utara, produksi ikan layang sangat terbatas. Selain ikan layang yang menjadi favorit masyarakat, ikan kembung, ikan selar dan ikan salem juga sangat diminati masyarakat Indonesia karena harganya yang relatif murah disbanding jenis ikan lainnya. Ikan salmon, tuna, tongkol, cakalang lebih banyak ditemukan di pasar modern seperti swalayan atau mini market. Ikan tenggiri yang banyak digunakan sebagai olahan ikan seperti pempek, baso ikan, nugget, serta olahan lainnya sangat popular di kalangan masyarakat Indonesia. Konsumsi ikan masyarakat Indonesia tergolong rendah dengan melimpahnya potensi sumber daya ikan yang dikelola dan dimanfaatkan. Menurut databoks, tingkat konsumsi ikan di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 56,48 kg per kapita per tahun (databoks.katadata.co.id).
Kalimantan Utara memiliki beberapa komoditas unggulan yang selalu diekspor ke negara tetangga diantaranya kepiting bakau (Scylla sp.), udang tiger (Penaeus monodon), ikan bandeng (Chanos chanos), dan rumput laut (Eucheuma spinosum). Yang menjadi kendala utama adalah tidak adanya pencantuman label pada produk perikanan, sehingga produk hasil perikanan yang berasal dari Indonesia dilakukan re-packing dan diberikan label suatu negara untuk diekspor Kembali. Tawau dikenal sebagai kota kepiting, yang mana kepiting-kepiting tersebut berasal dari wilayah Kalimantan Utara. Beberapa negara di Asia seperti China, Taiwan, Korea enggan menerima produk hasil perikanan selain dari Tawau, Malaysia yang telah memiliki bargaining power lebih dibandingkan Indonesia. Yang menjadi PR pemerintah Indonesia adalah mengkaji potensi sumber daya perikanan yang dapat diandalkan sebagai komoditas unggulan Negara Republik Indonesia. Selain upaya yang dilakukan pemerintah, harapannya masyarakat dapat meningkatkan kesadaran untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peran di masyarakat, tanpa merugikan dan menghilangkan suatu unsur tertentu. (writer: ridzol barnazi)