Tarakan, Kalpress – Munculnya maklumat pelarangan segala aktivitas dan eksistensi Front Pembela Islam (FPI) yang diumumkan langsung oleh Menkopolhukam Mahfud M.D cukup menghebohkan masyarakat Indonesia.
Melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) yang melibatkan enam menteri/kepala lembaga sekaligus. Keenam menteri/kepala lembaga tersebut yakni Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kepala Polri, dan Kepala BNPT. Diketahui, SKB tersebut dikeluarkan setidaknya dengan pertimbangan bahwa secara de jure FPI dianggap telah bubar, karena sudah tidak lagi terdaftar di Kemendagri sejak Juni 2019.
Namun, apakah pelarangan segala aktivitas dan eksistensi FPI ini berdampak pada simpatisan FPI di daerah, saat dikonfirmasi Pelaksana Harian Eks FPI Kota Tarakan Kalimantan Utara Ismail Ali mengungkapkan, sejauh ini pihaknya hanya biasa saja. Dijelaskannya, FPI sendiri hanya merupakan kendaraan namun bukanlah tujuan ia dan simpatisan lainnya. Sehingga menurutnya, hal tersebut hanyalah persoalan nama.
“Kalau kami menanggapi pelarangan ini (Aktivitas FPI) biasa saja. Karena begini, Habib Rizieq mengatakan, FPI itu bukan tujuan FPI itu hanya kendaraan kita. Adapun untuk saat ini, FPI sudah dilarang, kita tinggal ganti kendaraan yang baru,”ujarnya, (01/01/2020).
Meski demikian, ia menegaskan jika pihaknya akan mematuhi apa yang telah menjadi ketetapan pemerintah. Sehingga ia mengatakan jika pihaknya siap mencopot dan melepas segala atribut yang masih ada.
“Adapun dengan pelarangan atribut, kami manggut, kami taat dengan pemerintah. Jadi saat ini sudah ada seruan nasional, kita mencabut seluruh logo atau atribut. Tapi juga perlu diketahui, saat ini kita juga membentul Front Persatuan Islam. Jadi kita tidak masalah dengan hal seperti itu,” terangnya.
Ismail mengakui, jika saat ini EKS FPI telah mempersiapkan nama baru dan siap kembali manjalankan aktivitasnya di Tarakan. Mengingat, semua warga negara memiliki hak untuk berserikat dan berkumpul sesuai undang-undang. Terkait legalitas organisasi baru, menurutnya legalitas hanyalah syarat dan bukanlah penghalang bagi organisasi dalam menjalankan kegiatan.
“Begini, kalau legalitas itu kan, diundang-undang itu sudah diatur berserikat dan berkumpul telah dijamin undang-undang no 8. Untuk legalitas cuma formalitas saja, cuma untuk mengambil dana hibah dari pemerintah. Begitu saja sebenarnya,” jelasnya.
“Untuk persoalan itu (langkah selanjutnya) kami menunggu dari pusat. Kami itu bukan wewenang kami di daerah,” lanjutnya
“Kami sudah dapat intruksi dari pusat, intruksinya begini, kepada sejenak simpatisan FPI, agar tidak menggunakan atribut, simbol, kaos dan semacamnya. Karena itu dianggap melanggar hukum. Seperti itu,”ucapnya.
Saat ditanyakan terkait tanggapan atas pelarangan aktivitas FPI, ia menerangkan pihaknya tidak memiliki wewenang dalam menanggapi hal tersebut. Karena menurutnya, wewenang tersebut hanya dimiliki simpatisan pusat.
“Kalau masalah itu kami belum bisa menjawab karena hal itu bukan koridor kami (Simpatisan di daerah) adapun terkait tanggapan itu bisa dibuka dalam press rilisnya Front Persatuan Islam. Saat ini kami belum menentukan langkah selanjutnya dan hanya menunggu intruksi dari pusat,” jelasnya.
“Intinya, kami saat ini tidak menganggap pusing. Mau kami dinonaktifkan atau dilarang. Seperti yang saya katakan sebelumnya, FPI itu bukan tujuan melainkan kendaraan. Ada atau tidaknya FPI Amar Mahruf Nahi Munkar harus tetap ditegakkan,” pungkasnya. (KT/RMA)