Tarakan, Kalpress – Indonesia merupakan salah satu negara dengan bonus demografi tertinggi di dunia. Jumlah atas kategori usia belum produkftif (0-14 tahun) sebanyak 66,07 juta jiwa, usia produktif (15-64 tahun) 185,34 juta jiwa, dan usia sudah tidak produktif (65+ tahun) 18,2 juta jiwa.
Sehingga, jumlah pemilih pemula di Indonesia menyumbang suara cukup berpengaruh dalam pesta demokrasi di Indonesia. Hal itu tidak terkecuali di wilayah Kaltara. Suara pemilih pemula tentunya cukup dibutuhkan dalam menentukan arah pembangunan di Kalimantan Utara.
Hal itulah yang membuat relawan demokrasi terus berjuang agar pemilih pemula dapat menggunakan hak suaranya dalam pilkada yang dilangsungkan beberapa hari lagi.
Saat dikonfirmasi Sri Indah Pertiwi seorang relawan demokrasi basis pemilih pemula mengungkapkan, saat ini pihaknya terus berupaya untuk mengajak pemilih pemula berpartisipasi pada pilgub beberapa hari lagi Meski baginya tidak mudah, namun hal ini menjadi tantangan tersendiri baginya untuk meningkatkan kuantitas demokrasi.
“Alasan saya menjadi relawan demokrasi, saya merasa tertantang mengikuti pemilihan umum ini. Untuk di kehidupan nyata yang saya lihat, untuk menjadi relawan demokrasi tidak mudah. Dan ada tantangan tersendiri. Dimana nanti kita akan memberitahu untuk anak SMA yang mana mereka belum tahu mengenai pemilihan umum ini dan rata-rata untuk pemilih umum ini mereka melewatkan kesempatan memilih. Atau bisa disebut juga golput,” ujarnya, (02/12/2020).
Dalam upayanya, target basis pemilih pemula relawan demokrasi adalah menyambangi sekolah-sekolah yang merupakan penampung suara-suara pemilih pemula. Relawan demokrasi tentunya menawarkan 2 cara agar dapat memberikan sosialisasi kepada remaja yang baru memiliki KTP. Meski sosialisasi belum dapat dilakukan, namun pihaknya bersyukur mendapat sambutan baik dari semua sekolah yang dikunjungi.
“Kami ke sekolah-sekolah siswa usia 17 tahun ke atas yang sudah masuk usia memilih. Rata-rata itu, SMA, SMK dan MA. Karena saat ini dalam masa pandemi kami melakukan sosialisasi dengan 2 cara. Yaitu sistem tatap muka terbatas maupun melalui via zoom,” tukasnya.
“Rata-rata dari respon sekolah mendukung sosialisasi ini tetapi tetap mematuhi protokol kesehatan. Kalau untuk penyuluh basis pemilih pemula itu ada 5 orang,” sambungnya.
Ia mengakui, dari pengalaman sebelumnya, tantangan dalam mengajak cukup sulit mengingat karakteristik remaja yang cenderung apatis terhadap politik. Relawan demokrasi tentunya menerapkan strategi khusus untuk mengajak remaja mau mengikuti sosialisasi.
“Kalau untuk strategi sendiri kami menggunakan metode-metode khusus buat siswa-siswa tertarik. kami mengadakan materi terus memberikan game atau souvenir untuk menarik minat siswa jika ada feedback dari kami,” terangnya.
Ia juga bersyukur sebagian besar siswa sekolah menyambut antusias. Menurutnya respon tersebut merupakan peningkatan cukup baik untuk antusias remaja memiliki niat besar dalam belajar terhadap politik. Tentunya peran orangtua serta guru juga dibutuhkan dalam memberikan bimbingan dan edukasi kepada pemilih pemula terhadap demokrasi. (KT/RMA)