Cerita Germo Besar Tarakan, Keluar Dari Lembah Hitam

Tarakan, Kalpress – Sejatinya semua manusia pernah memiliki masa lalu yang kelam. Masa di mana manusia melakukan kebodohan yang tidak sesuai dengan nuraninya. Namun, pengalaman kelam juga mengajarkan manusia untuk menjadi manusia lebih kuat dan bijak dalam menghadapi setiap permasalahan dan godaan dunia di masa yang datang.

Seperti kisah kelam yang pernah dialami kakek berumur 68 tahun ini dia merupakan mantan germo yang cukup dikenal khususnya orang yang terlibat langsung dalam hitamnya dunia prostitusi di Kota Tarakan. Usianya sudah tidak muda lagi dan seiring waktu berjalan ia menyadari bahwa ia pernah terjebak di hitamnya godaan dunia.

Kini ia menghabiskan sisa hidupnya dengan membuka warung kopi sederhana. Erlan Susanto atau yang lebih akrab disapa Pak Erlan seorang mantan Germo sekaligus pengelola lokalisasi kondang yang hingga sekarang masih eksis di bumi Paguntaka.

Ia menceritakan, pengalaman kelamnya bermula saat ia tertarik dengan indahnya dunia malam. Karena melihat beberapa teman merasa hidup sejahtera dengan pekerjaan yang mudah akhirnya ia mencoba peruntungan di bisnis prostitusi tersebut. Ia bukanlah seorang lelaki dengan ekonomi pas-pasan namun ia merupakan seorang lelaki ambisius yang ingin mencari sesuatu yang lebih.

Sehingga ia merasa tak puas dengan penghasilannya setiap bulan. Meskipun pada waktu itu penghasilannya yang ia terima dari bekerja di perusahaan minyak negara cukup besar. Namun, karena kurangnya rasa syukur ia mengcoba pekerjaan sambilan tersebut.

“Pertama kali itu faktornya bukan karena ekonomi, coba-coba akhirnya coba-coba itu jadi pekerjaan saya tidak kepanasan dapat uang. Waktu itu awalnya saya bekerja di perusahaan minyak tapi karena banyak teman yang berada di dunia hitam akhirnya tahun 1987 saya terpengaruh dan coba-coba. Waktu itu gaji saya besar kalau biasanya orang seumuran saya terima gaji 50 ribu setiap bulan, saya sudah pegang uang 2 juta. Tapi karena rasa ingin lebih, akhirnya saya menjalani pekerjaan haram ini,” terangnya.

Ia menjelaskan, sebenarnya menjadi germo sangat bertentangan dengan nuraninya. Namun karena ambisi yang begitu besar ingin menjadi kaya raya, akhirnya dia memfokuskan diri untuk mengeluti bisnis daging mentah tersebut. Bahkan karena ambisi yang menutup akal sehat, akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja agar lebih leluasa mengembangkan jaringannya tersebut.

“Waktu itu saya benar-benar menikmati kerjaan baru saya. Karena merasakan begitu mudahnya mencari uang dari pekerjaan ini. Saya peringatkan kepada anak muda sekarang jangan sekali-kali coba-coba di lembah hitam ini karena kalau kita sudah terjebak sulit untuk keluar,” ujarnya

Pria kelahiran Balikpapan 5 Mei 1951 tersebut, sebenarnya sejak seperempat abad lalu sudah berniat untuk mengakhiri karir kelamnya. Bahkan tahun 1993 ia berniat menjual rumahnya yang pada saat itu berada di Gunung Bakso yang merupakan kawasan lokalisasi yang melegenda di Kota Tarakan.

“Saya 1993 sudah mau keluar dari gunung bakso. Waktu itu rumah saya mau dibeli dengan harga Rp 150 juta karena bisnis itu. Bayangkan uang 150 juta tahun 1993 itu kalau rumah mewah 50 juta saja sudah dapat kok. Padahal rumah saya tidak besar, tapi kenapa ditawar mahal. Karena, ada peluang usaha menjanjikan disitu,” Sambungnya.

Namun usahanya untuk bertaubat harus tertunda dikarenakan pada tahun bersamaan adanya wacana mengenai relokasi berhembus sehingga calon pembeli membatalkan niatnya. Pada akhirnya, ia kembali menjalankan kegiatannya.

“Saya sudah ok. Begitu dengar ada rencana pemerintah mau relokasi, tidak jadi dibeli rumah saya. Akhirnya tidak jadi saya keluar dari sini. Sebenarnya dari tahun itu lubuk hati, saya sudah tidak nyaman kerja begini,” tuturnya.

Barulah di tahun 2009 ia sedikit bisa bernafas legah. Karena, relokasi lokasisasi dari Gunung Bakso ke Sungai Bengawan yang sejak lama ia tunggu akhirnya direalisasikan. Meski belum bisa keluar dari lingkungan dunia malam dan masih bermukim di komplek eks lokalisasi setidaknya ia sedikit bersyukur karena sudah berhasil berhenti dan tidak melanjutkan kegiatannya lagi. Sehingga jika ada rekan atau orang terdekat yang tertarik meneruskan pekerjaannya ia selalu memperingatkan dengan keras agar tidak ada orang lain yang mencoba-coba bisnis tersebut.

“Maka kalau ada teman saya yang mau coba-coba masuk dunia ini saya nasehati. Saya bilang sama dia jangan coba-coba kamu masuk lembah hitam kamu pasti sulit keluar kamj akan terlena dengan uang. Karena saya merasakan walaupun penghasilan saya besar tapi saya tidak merasakan berkah. Semakin saya tua saya benar-benar tidak menikmatinya,” tuturnya.

Meski demikian, hingga saat ini ia tidak pernah menceritakan kebahagiaannya kepada teman-teman germo yang masih menjalankan profesinya.

“Saya tidak bisa menceritakan apa yang saya rasakan ke teman germo yang masih aktif. Karena nanti saya dikira menghina atau merendahkan padahal saya pernah di dunia itu. Tapi kalau teman saya dari luar mau coba -coba masuk sini saya larang keras. Saya bilang cukup saya yang sudah pernah tercembur kamu jangan,” terangnya.

Ia percaya, jika pekerjaan halal apapun yang kerjakan, pasti akan membawa keberkahan bagi pelakunya dan sebalik berapa pun besarnya hasil pekerjaan haram pasti berdampak buruk bagi yang menjalankannya. Ia menerangkan pepatah itu lahir pengalamannya. Karena, ia menerangkan telah banyak teman seprofesinya yang hingga kini terbaring sakit dan sekarang tidak punya harta benda lagi.

“Kalau kamu berhasil jualan rokok, jualan bensin, atau berjualan yang halal lainnya itu harus sampeyan tekuni. Karena, ada pengalaman teman sesama dulu dia berdagang halal kemudian berhasil bisa beli rumah kendaraan sampai 3 tapi karena kepingin lebih dia coba-coba berjualan daging mentah ini. Akhirnya dia jatuh sakit dan bangkrut. Karena uang dari hasil pekerjaan itu bersifat panas tidak bisa ditabung jadi berapa pun jumlahnya pasti habis dalam waktu singkat,” bebernya.

Di usianya yang sudah rentah, saat ini ia hanya berfokus untuk menikmati sisa umur dengan tenang. Sehingga adanya rencana penutuoan lokasi tersebut, ia bersyukur karena selangkah lagi upayanya untuk keluar dari lingkung prostitusi bisa terwujud.

“Saya sudah sangat cukup mengenal dunia hitam ini dan sekarang usia saya sudah 67. Walaupun saya sudah tidak membuka caffe lagi di sini tapi saya benar-benar mau bebas dari lingkungan esek-esek ini makanya saya sebelumnya mendukung penuh penutupan lokalisasi di sini. (KT/RMA)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *