Menakar Peluang Memperlambat Laju COVID-19 di Bulan Puasa

Menakar Peluang Memperlambat Laju COVID-19 di Bulan Puasa

Penulis : Muhammad Sultan, SKM., M.Kes

(Dosen Universitas Mulawarman) 

 

Pada tulisan kolom sebelumnya dengan judul “Mendorong Keberhasilan Vaksinasi COVID-19” (https://kalpress.id/2021/04/08/mendorong-keberhasilan-vaksinasi-covid-19/) telah diulas bahwa belum adanya kepastian kapan pandemi ini berakhir sehingga diperlukan kekompakan secara sungguh-sungguh seluruh komponen bangsa. Selain itu, dibutuhkan strategi mumpuni untuk memerangi dan menghentikan laju COVID-19 khususnya pada momentum bulan puasa.

Bulan puasa telah tiba, bagi umat muslim di seluruh dunia, momen bulan puasa diyakini sebagai bulan istimewa diantara 12 bulan dalam setahun. Banyaknya keistimewaan dalam bulan puasa sehingga tidaklah berlebihan jika setiap muslim berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Salah satu wujud nyata perilaku yang baik dalam situasi pandemi COVID-19 saat ini dengan menerapkan protokol kesehatan yaitu menjaga jarak aman saat berinteraksi langsung dengan orang lain, sesering mungkin membersihkan tangan, dan memakai masker saat berada di luar rumah.

Peluang melambatnya laju penyebaran COVID-19 saat bulan puasa bukanlah sesuatu yang sulit dicapai. Sejumlah sektor usaha melakukan pembatasan bahkan pengurangan jam kerja bagi karyawannya. Hal yang sama pun berlaku di instansi pemerintahan sehingga interaksi langsung yang biasa terjalin di sana, tetapi saat bulan puasa intensitasnya menjadi berkurang. Selain kepatuhan atas imbauan pemerintah tentang pembatasan kegiatan keagamaan di bulan puasa selama pandemi COVID-19, sebagian masyarakat mengurangi aktivitasnya di luar rumah selama puasa dan menggantikannya dengan memaksimalkan waktu untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Dukungan kuat dan sekaligus menjadi kekuatan besar dalam memerangi dan menghentikan laju COVID-19 selama bulan puasa juga telah disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia dalam fatwanya yang membolehkan vaksinasi COVID-19 saat berpuasa. Tak ketinggalan sejumlah warung makan pun ikut serta membatasi aktivitas jual-beli dan bahkan menutup usahanya pada siang hari saat bulan puasa. Sejumlah peluang yang dinilai mampu memperlambat laju COVID-19 pada momen bulan puasa seharusnya dikelola dan dimanfaatkan sebaik mungkin karena di baliknya terdapat pula banyak tantangan yang dapat menjadi penghalang keberhasilan dalam menghentikan laju COVID-19.

Tantangan-tantangan tersebut bahkan muncul bersamaan terciptanya peluang. Contohnya, saat diberlakukan kebijakan pembatasan dan bahkan pengurangan jam kerja selama bulan puasa di berbagai sektor swasta dan instansi pemerintah justru waktu tersebut dimanfaatkan untuk jalan-jalan dan berbelanja oleh sebagian karyawan dan pegawai. Diperlukan komitmen tinggi dan kebesaran hati para karyawan dan pegawai untuk mengindahkan kebijakan tersebut dan bukan sebaliknya.

Adanya pembatasan aktivitas keagamaan selama bulan puasa di tempat ibadah seperti mesjid dan mushollah di banyak daerah di Indonesia juga tidak luput dari berbagai tantangan berupa sikap pembangkangan yang dipraktikkan kalangan masyarakat yang kurang setuju melaksanakan kegiatan beribadah di rumahnya karena menganggap bahwa bulan puasa hanya berlangsung selama sebulan dalam setahun. Permasalahan ini dapat dikelola dengan memaksimalkan peran pengurus mesjid sebagai relawan edukator COVID-19 misalnya mengimbau kepada warga sekitar untuk melaksanakan kegiatan penamatan bacaan Alquran di rumah masing-masing tanpa harus ke mesjid selain kegiatan ibadah lainnya.

Kehadiran MUI dengan fatwanya yang membolehkan vaksinasi COVID-19 saat berpuasa juga masih menyisakan persoalan karena tidak secara mutlak menjamin semua masyarakat muslim yang berpuasa akan mengindahkannya disebabkan minimnya informasi yang diperoleh mengenai fatwa MUI tersebut di samping faktor lainnya. Akibatnya, mereka akan tetap melancarkan aksi tolak vaksinasi COVID-19 saat berpuasa. Generasi milenial sebagai pengguna teknologi informasi terbanyak saat ini dapat mengambil peran dalam menyampaikan informasi kebijakan pemerintah dan fatwa MUI tersebut kepada mereka.

Keikutsertaan pemilik warung makan pun dalam upaya memperlambat laju COVID-19 saat bulan puasa dengan menutup warungnya pada siang hari juga mendapatkan tantangan tersendiri. Terbukti, beberapa area tertentu di banyak daerah di Indonesia masih ditemukan lapak tempat berjualan makanan dan minuman yang ramai pengunjung menjelang waktu berbuka puasa. Praktik ini biasanya didominasi pelaku usaha kecil yang telah lama menantikan momentum puasa untuk menambah penghasilan keluarga terutama di masa pandemi. Perlukah kegiatan seperti ini dilarang ? Tentu ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah dalam menegakkan kebijakan protokol kesehatan COVID-19. Diperlukan kebijakan khusus menangani hal tersebut misalnya dengan mengatur jarak antar penjual dan memastikan kepatuhan protokol kesehatan. Langkah ini telah dipraktikkan pada sejumlah daerah. Pihak pemerintah daerah bersama instansi terkait harus melakukan pengawasan secara langsung di area tersebut.

Selain tantangan tersebut di atas, terdapat kebiasaan klasik masyarakat saat memasuki hari-hari pengunjung puasa berbondong-bondong mudik lebaran. Kondisi ini bukannya memperlambat laju penyebaran COVID-19 tetapi justru sebaliknya. Menanggapi permasalahan klasik tahunan ini, pemerintah telah menegaskan sejak dini bahwa larangan mudik lebaran tahun 2021 berlaku sejak 6 Mei 2021 hingga 17 Mei 2021. Larangan mudik lebaran tahun ini seharusnya diikuti oleh seluruh warga negara Indonesia sebagai bentuk tanggung jawab bersama untuk mempercepat Indonesia terbebas dari pandemi COVID-19.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *