Dosen Milenial : Hadirkan Win-Win Solution dalam Persoalan HGB THM Plaza

Tarakan, Kalpress – Setelah Pemkot Tarakan menegaskan tidak akan memperpanjang sewa Hak Guna Bangunan (HGB) kepada pedagang di THM Plaza dan akan mulai membangun pasar modern, menimbulkan polemik antara pemerintah dan pedagang.

Kendati begitu, langkah Pemkot Tarakan dengan tidak memperpanjang HGB pedagang dinilai sudah tepat sesuai aturan yang ada.

Bacaan Lainnya

Praktisi Hukum Universitas Borneo Tarakan (UBT) Alif Arhanda Putra S.H, M.H mengungkapkan, sebagai pemegang kewenangan Pemkot Tarakan memiliki hak untuk tidak memperpanjang HGB pedagang dengan alasan tertentu.

“Berbicara perpanjangan dan tidak dilanjutkannya HGB, kepemilikan tanah dan bangunan memiliki wewenang dalam menentukan kebijakan kelanjutannya. Itu tertulis Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah,” ujarnya, kemarin (01/04/2021).

“Ketentuan ini diadakan untuk menjamin kelangsungan penguasaan tanah dengan HGB yang pada umumnya dipergunakan untuk tempat tinggal atau usaha yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat.”

“Perpanjangan dan pembaruan HGB diberikan atas permohonan pemegang hak di sini pemegang hak diartikan penyewa (tenant),” lanjutnya.

Ia melanjutkan, untuk itu dalam pemberian perpanjangan dan pembaruan hak terlebih dahulu dilakukan penilaian apakah pemegang HGB tersebut masih menggunakan tanahnya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam keputusan pemberian HGB yang pertama kali, serta tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang yang berlaku.

“HGB nantinya dapat diperbarui dengan syarat mengajukan permohonan tertulis kepada pemerintah dalam hal ini Pemkot Tarakan, dengan syarat yang sama dengan perpanjangan HGB.”

“Perpanjangan atau pembaruan HGB dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. Apabila penyewa tidak dapat memenuhi syarat dalam Pasal 26 PP 40/1996, mungkin saja perpanjangan HGB akan ditolak,” terangnya.

Menurutnya, pemerintah juga tidak bisa serta merta menggunakan tangan besi, untuk tidak melanjutkan HGB tanpa adanya solusi bagi pedagang disana.

“Eloknya pemerintah dapat mencarikan lokasi sementara kepada pedagang untuk tetap berjualan sembari menunggu pengerjaan pembangunan.”

Sehingga, pemerintah tetap dapat menjalankan pembangunan dan pedagang tetap dapat berjualan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

“Harus paham kondisi, saat ini kita sedang menghadapi pandemi Covid-19. Secara aturan, Pemkot memang memiliki wewenang tidak melanjutkan, tapi seharusnya ada sisi kemanusiaan yang harus dipikirkan.

“Untuk mencari win-win solutionnya, pemerintah bisa mencari lokasi sementara untuk pedagang agar bisa tetap berjualan dan pemerintah tetap bisa menjalankan pembangunan. Karena tentu pedagang juga harus berjualan untuk kelangsungan hidupnya,” tutur Alif.

Walaupun tidak memiliki kewajiban secara hukum, dosen milenial UBT ini berharap ada upaya persuasif pemerintah untuk lebih banyak mendengarkan pedagang. Mengingat, bagaimana pun kesejahteraan masyarakat merupakan tanggung jawab pemerintah.

“Betul tidak ada kewajiban secara hukum, tapi dari sisi sosial tentu pemerintah memiliki tanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat. Kalau pedagang kehilangan mata pencarian, maka akan berdampak kepada ekonomi masyarakat yang berjualan di sana. ini juga harus dipikirkan,” tutupnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *