Tarakan, Kalpress – Ketua PMII Kota Tarakan Sakti Abimayu menyoroti kerusakan lingkungan yang terjadi di Kabupaten Malinau akibat aktivitas 26 perusahaan tambang yang beroperasi di daerah setempat.
Kerusakan tersebut terjadi karena limbah yang dihasilkan perusahaan tidak dikelola dengan baik, sehingga dialirkan ke sungai dan membuat lingkungan sekitar menjadi rusak.
Abi, sapaan akrabnya, menyebut setidaknya terdapat 26 perusahaan yang melakukan pencemaran pada beberapa desa di Kabupaten Malinau. Untuk itu, ia meminta agar pemerintah dapat meninjau ulang SOP atau melakukan peneguran keras terhadap perusahaan yang sudah melakukan pencemaran lingkungan.
“Krisis sosial ekologis kini terjadi lagi, dari total jumlah 26 Perusahaan Tambang yang diberikan izin Operasi oleh pemerintah terkait empat lainnya berada di Kabupaten Malinau Selatan khususnya desa long loreh, desa pelancau, dan desa Sengayan yang dihimpit empat perusahaan Tambang sekaligus, yakni PT Baradinamikamuda Sukses (PT BDMS), PT Kayan Prima Utama Coal (PT KPUC), PT Mitrabara, Adiperdana (PT MA) dan PT Artha Marth Naha Kramo (PT AMNK),” ujar Abimayu, (11/02/2021).
Selain itu, ia juga menyoroti kasus serupa yakni pencemaran lingkungan yang dilakukan PT Kayan Prima Utama Coal atau PT KPUC yang diduga mencemaru lingkungan di sungai Malinau sehingga menyebabkan rusaknya ekosistem sungai.
“Baru-baru ini tepatnya pada tanggal 8 Februari 2021 terjadi kebocoran limbah pabrik PT Kayan Prima Utama Coal (PT KPUC) yang berdampak kepada pencemaran lingkungan di Sungai Malinau, sehingga habitat kehidupan disungai tersebut banyak yang mati. Hingga sekarang, pencemaran limbah pabrik di sungai Malinau telah membuat banyak kerugian yang dirasakan baik lingkungan, ataupun masyarakat setempat,” terangnya.
Melihat kondisi tersebut, pihaknya meminya PT KPUC agar segera bertanggung jawab dengan melakukan reboisasi untuk mengembalikan kelangsungan hayati sungai tersebut.
“Untuk itu, kami dari PMII Cabang Kota Tarakan meminta agar pihak PT KPUC agar segera bertindak dan bertanggungjawab agar melakukan reboisasi ulang dengan menetralkan racun limbah, dan segera menaburkan bibit benih udang dan ikan sehingga mengurangi dan memperbaiki kembali habitat di lingkungan tersebut.
“Selain itu, kami meminta agar pemerintah terkait agar melakukan penyelidikan dan kemudian memberikan sanksi kepada perusahaan Tambang yang telah lalai dalam mengelola limbahnya.”
“Dan bila perlu segera cabut izin pertambangan yang terletak di beberapa wilayah konservasi yang ada di Malinau, karena saat ini tercatat ada beberapa izin tambang yang beroperasi di sekitar wilayah konservasi Hutan dan lingkungan di Kabupaten Malinau. Sementara itu, tercatat telah terjadi pencemaran serupa pada tahun 2017 dengan dampak yang sama,” pungkasnya. (KTP/RMA).