Pelanggaran Kejahatan Penyalahgunaan Sosial Media Di Wilayah Perbatasan

Penulis : Ripaldi Patonno
Mahasiswa Fakultas Hukum UBT

Kalpress – Jika tidak ada kesadaran akan pentingnya masyarakat tertib dan taat hukum pada penggunaan media sosial maka akan timbul kasus-kasus pelanggaran hukum lainnya.

Bacaan Lainnya

Namun dalam penegakan hukum pada kasus pelanggaran penyalahgunaan media sosial perlu di tegakan, ada beberapa tantangan dalam penegakan hukum dan problematika ketaatan masyarakat khususnya di wilayah perbatasan. Yakni

  1. Undang-undang
    Sebagai fungsi dasar penegakan hukum di Indonesia justru menjadi salah satu hal yang menimbulkan tantangan didalam implementasi penegakan hukum. Adanya undang-undang yang menggunakan kata-kata multiinterpretasi.
    UU ITE menuai kontroversi karena dianggap pasal karet.
    “Kasus Prita Mulya sari menjadi UU ITE di Revisi”
    Pasal kontroversi UU ITE pada pasal 27 ayat 3 “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”

Analisa kelemahan dari pasal 27 ayat 3 UU ITE

  1. tidak menyebutkan secara terperinci apa yang dimaksud dengan muatan penghinaan dan pencemaran nama baik sehingga memiliki banyak penafsiran.
    2.pasal tersebut bisa menjadi alat penguasa atau pemegang (kapitalis) untuk meredam kritik dan ma6 untuk mengemukakan pendapat.
    3.menghambat kreativitas seseorang untuk mengemukakan pendapat
  2. Secara tidak langsung pasal tersebut hanya memperbolehkan orang yang berkuasa untuk berpendapat dan tidak memperbolehkan orang miskin untuk berpendapat.
  3. Ketaatan masyarakat dengan adanya keterbatasan pengetahuan dan informasi membuat adanya perbedaan perilaku terhadap peraturan. Masyarakat yang berpendidikan lebih memiliki kecenderungan untuk menaati peraturan daripada masyarakat yang tidak memperoleh pendidikan.
  4. Budaya
    Budaya yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat menunjukkan nilai-nilai yang mempercayai. Namun sayangnya ada budaya yang dalam implementasinya sering kali menimbulkan masalah, yaitu budaya kompromi. Kompromi dilakukan terhadap pelanggaran hukum yang dianggap “pelanggaran kecil” namun sesuatu hal yang terus-menerus dilakukan akan membentuk kebiasaan yang kemudian berkembang menjadi budaya.
  5. Fasilitas
    Dalam hal memantau kejahatan atau tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan melalui penggunaan internet. Penegak hukum dan semua pihak yang terkait harus bersedia beradaptasi untuk memperbaharui fasilitas dan prasarana dalam penegakan hukum di Indonesia khususnya wilayah perbatasan.
  6. Stagnasasi
    Worl justice project (wjp) tahun 2019 menunjukkan nilai penegakan Indonesia tidak berubah sejak tahun 2004, dari skala 0-1 di Indonesia konsisten di angka 0,52.

Solusi pada problem ini terdapat pada aparat penegak hukum yang diantaranya; polisi, jaksa, hakim, advokat diharapkan mampu mengeluarkan kebijakan sesuai pada proses dilakukannya upaya untuk tegaknya hukum yang berfungsi pada norma-norma secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat.
Kemudian, fasilitas dalam pelanggaran kejahatan penggunaan sosial media perlu ditingkatkan. Pencegahan untuk mengatasi hal ini tentunya bisa dilakukan, salah satunya dengan pemberian penyuluhan oleh aparat hukum yang menjadi tujuan pendidikan kewarganegaraan.
Tiga hal yang harus diperbaiki dan kembangkan dalam hal keadilan sosial. Ketertiban dan keamanan, serta keterbukaan pemerintah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *