BAHAYANYA LEARNING LOSS BAGI PESERTA DIDIK

Oleh : Dr. Suyadi, M.Ed
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Borneo Tarakan (UBT).

Kalpress – Kebijakan pemerintah melalui menteri pendiddikan dan kebudayaan Nadiem Makarim berkenaan dengan kegiatan belajar mengajar pada masa COVID-19 yang sedikit melonggarkan atau memperbolehkan mendapatkan tanggapan yang beragam dari masyarakat, ada yang menanggapi secara positif dan negatif. Alasan kemendikbud melonggarakan kegiatan belajar dengan luring terbatas bukanlah tanpa alasan. karena selama pandemic COVID-19 yang sudah berjalan 2 semester hampir semua kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring dengan berbagai permasalahannya. Jika  dibiarkan berlanjut  akan berakibat terjadinya learning loss pada peserta didik.dan hal ini akan berdampak panjang pada masa depan mereka. Namun demikian sebagian besar masyarakat tidak memahami bahayanya dari learning loss ini. Sehingga sebagian besar  mengangggap begitu sekolah nanti dimulai normal semauanya akan baik-baik saja. Tentu saja pandangan dan sikap sebagian besar masyarakat kita tidak bisa dibenarkan secara akademis. Sangat perlu untuk segera mitigasi dilakukan oleh pihak-pihak  terkait untuk mengatisipasi terjadinya learning loss. Di negara yang maju sudah ada mitigasi yang dilakukanlibih dini untuk mencegah  dampak  buruk dari learning loss ini.

Bacaan Lainnya

Hasil penelitian yang dilakukan oleh King (2020) menjelaskan dampak dari COVID-19, ada sekitar 1.5 miliar pelajar atau 82.5% pelajar diseluruh penjuru dunia dari 156 negara akan mengalami learning loss akibat penutupan sekolah. Dari penelitian lain menjelaskan kelompok siswa ini sudah kehilangan 6 bulan pembelajaran karena harapannya siswa akan memperoleh skor rata-rata 11 tahun ditambah 6 bulan pada September 2020. Karena selama enam bulan belajar dari rumah (BDR) diasumsikan mereka akan menunjukkan kemajuan dalam pembelajaran membaca. Pada puncak pandemi, secara global diperkirakan akan ada 1,5 miliar siswa tidak dapat bersekolah. Terlepas dari upaya pengajaran jarak jauh, para siswa ini mengalami kerugian belajar yang cukup signifikan (Schleicher: 2020). Simulasi potensi dampak penutupan sekolah akibat COVID-19 yang juga dilakukan Bank Dunia pada perolehan rata-rata skor pada survei PISA, meneguhkan potensi terjadinya learning loss ini. Menurut studi atas pencapaian pembelajaran kelas 9 dan 10 dalam kumpulan data PISA pada aspek tes kemampuan membaca berjudul “Simulating the Potential Impacts of COVID-19 School Closures on Schooling and Learning Outcomes”: Perkiraan Global yang dilakukan Bank Dunia-Praktik Pendidikan Global terhadap 157 negara pada Juni 2020, dalam skenario menengah, rata-rata siswa akan kehilangan 16 poin PISAdari estimasi positif sedangkan dari estimasi negatif siswa  bisa kehilangan 34-36 poin sebagai akibat dari penutupan sekolah atau setara dengan kurang dari setengah tahun pembelajaran di negara tertentu. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan, tanda-tanda siswa mengalami kehilangan pengalaman belajar (learning loss) sudah tampak. Hal ini diketahui berdasarkan hasil survei Kemendikbud pada 13 November hingga 17 Desember 2020.

Ada 68% dari 11.306 guru sebagai responden survei itu menyatakan bahwa 50% atau lebih siswa tidak memenuhi standar kompetensi yang diharapkan selama belajar dari rumah (BDR). Persepsi guru ini didasarkan pada hasil asesmen diagnostik yang mereka lakukan. Sehingga jika tidak segera diambil tindakan akan berdampak buruk bagi keberlanjutan pendidkan bagi generasi kita dimasa datang. Meskipun studi yang terkait dengan potensi learning loss bagi anak-anak dengan rentang usia 4-17 tahun belum pernah dilakukan dan kondisi siswa belum terpetakan secara cermat secara nasional, bukan berarti sekolah akan terbebaskan dari tanggung jawab untuk menjaga kualitas pembelajaran siswa. Sekolah harus bertanggung terhadap terjadinya Learning loss. Secara singkat  ada tiga hal yang perlu diwaspadai akibatnya sebagai berikut:

1. Terganggunya  tumbuh kembanganya peserta didik. 

Kesenjangan capaian pembelajaran, akibat adanya perbedaan akses dan kualitas selama pembelajaran online dengan berbagai macam masalahnya dapat mengakibatkan kesenjangan capaian pembelajaran terutama untuk anak dari sosio-ekonomi berbeda. Ketidakoptimalan pertumbuhan ini bisa menyebabkan turunnya keikutsertaan dalam PAUD dan Sekolah Dasar kelas awal. sehingga kehilangan tumbuh kembang yang optimal di usia emas. risiko “learning loss”. akan terjadi hilangnya pembelajaran secara berkepanjangan berisiko terhadap pembelajaran jangka panjang pada  perkembangan kognitif,afektif  dan psikomotorik peserta didik.

2. Terjadinya tekanan psikologis dan psikososial serta kekerasan dalam rumah tangga.

Anak stress disebabkan oleh minimnya interaksi dengan guru, teman dan lingkungan luar rumah ditambah tekanan akibat sulitnya Pembelajaran online yang sesuai dengan usia tumbuh kembanganya peserta didik.. Kekerasan yang tidak terdeteksi disebabkan oleh pelajaran di rumah tanpa diawasi oleh guru sehingga anak terjebak mendapatkan kekerasan dari orang tua yang kurang bijak dalam mendampingi anaknya selama proses pembelajaran daring disebabkan oleh minimnya pengetahuan dan pemahaman  orang tua tentang proses belajar serta waktu yang terbatas.

3. Ancaman Putus Sekolah.

Anak terpaksa bekerja untuk membantu keuangan keluarga yang tertekan akibat krisis pandemi Covid-19 dan perubahan persepsi orang tua siswa dimana orang tua akan menganggap sekolah tidak dilakukan secara tatap muka. sudah tidak ada peranan sekolah dalam proses belajar mengajar apabila proses pembelajaran kurang maksimal.

Untuk mencegah beberapa dampak buruk dari learning loss perlu dilakuakn mitigasi di semau level pendidikan  dan mencari solusi secepatnya oleh pihak terkait agar tidak  berdampak panjang bagi peserta didik. Pihak terkait dalam hal ini ini Kemendibud perlu mempersiapkan Emergency Kurikulum bagi peserta didik. Salah satunya sangat diperlukan yaitu Pembelajaran selama pandemi difokuskan pada topik/ tema dan keterampilan yang esensial dan berguna bagi siswa untuk menempuh karier pendidikan dan dunia kerja ke depan. Muatan kurikulum dikaji ulang untuk disesuaikan dengan kebutuhan masa depan.sehingga proses belajar bukan menekankan pada isi namun lebih menekankan pada pemahaman makna. Dengan melakukan transformasi proses pembelajarn yang menekankan pada makna (Deeper learning) peserta didik akan memahami, memperoleh dan  mengambil manfaat dalam suatu situasi yang terjadi menjadi suatu keahlian dan disiplin ilmu yang  dapat diterapkan pada situasi yang baru dan hal ini akan merubah konsep belajar dari sekedar menghafal tentang fakta dan prosedur. Peserta didik akan difasilitasi untuk mengembangkan pola berfikir yang kreatif (Creative Thinking Skill) yang selama ini digaungkan. Mitigasi dampak buruk learning loss akan melahirkan pemikiran kreatif yang positif yang selaras dengan ketrampilan yang dibutuhkan apada abad 21. Perubahan mind set pada guru, siswa dan semua stakeholder pendidikan serta menghilangkan sikap pesimis dan apreori menjadi optimis dalam segala situasi menjadi suatu keharusan agar pendidikan negeri ini terus maju dan berkembang meskipun dalam masa pandemic COVID-19.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *