Tarakan, Kalpress – Mungkin Menullis bukanlah hobi dari sebagian besar masyarakat Indonesia, namun dengan menulis membuat seseorang mengabadikan momen atau peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Selain itu, menulis juga dapat membantu orang banyak atas informasi dan inspirasi yang disampaikan. Sehingga hal itulah yang membuat sebagian orang gemar menjalankan literasi untuk menyalurkan hobi.
Salah satunya ialah seorang Alif A Putra (28) seorang dosen Universitas Borneo Tarakan yang saat ini juga sedang menekuni dunia literasi dan beberapa kali mengisi acara sebagai pemateri untuk membagikan tips menulis bagi pegiat literasi. Meski memiliki latar belakang yang berbeda dengan sastra, namun hal itu bukanlah menjadi penghalang baginya dalam berkarya. Saat dikonfirmasi, Alif sapaan akrabnya menerangkan, kecintaannya terhadap literasi muncul saat dirinya duduk di Bangku Sekolah Menegah Pertama (SMP).
Karena banyaknya pelajaran yang mengharuskan siswa membuat karya tulis, sehingga hal itulah yang membuat Alif jatuh cinta terhadap dunia literasi.
“Saya menulis sejak waktu SMP tahun 2004 atau 2005, waktu itu memang banyak tugas sekolah yang mengharuskan membuat karya tulis seperti membuat makalah atau cerpen bahkan ada beberapa guru yang menerapkan pelajaran Fisika dengan jawaban karya tulis. Sehingga di situlah saya mulai belajar menulis,” ujarnya, (08/01/2020).
“Saya jatuh cinta literasi karena awalnya saya bingung harus mengungkapkan sesuatu, sehingga saya memilih tulisan dalam mengungkapkan perasaan saya. Walaupun memang tidak semua tulisan saya mewakili perasaan saya, ada juga sebagian terinspirasi dari yang dialami orang lain,” sambungnya.
Sejak itulah, ia mulai belajar membuat karya tulis seperti puisi dan cerita pendek (Cerpen). Selain itu, ia juga kerap mengungkapkan perasaannya melalui tulisan pendek yang dibuatnya pada buku catatan. Sehingga seiring berjalannya waktu membuat kemampuan literasinya semakin matang.
“Karena tulisan itu memang tidak selamanya apa yang dirasakan penulis, bisa saja itu terinspirasi dari yang dia lihat, dengar sehingga ia mencoba menuangkan hal itu,” tukasnya.
Menurutnya, setiap orang pasti pernah mengalami sesuatu yang harus diceritakan. Namun, sayangnya tidak semua orang berani mengungkapkan hal tersebut. Sebab itulah, ia memilih tulisan sebagai wadah dalam menceritakan semua hal yang dialaminya.
“Karena menurut saya semua orang memiliki kesedihannya masing-masing. Ada yang berani mengungkapkan tapi hanya ke beberapa orang ada juga yang tidak berani mengungkapkannya sama sekali, ada yang lebih suka mengungkapkannya lewat tulisan,” tuturnya.
“Menulis itu menurut saya kita bisa mengungkapkan sesuatu secara klimaks tanpa harus khawatir tidak ada hal yang tidak sempat disampaikan,” lanjutnya.
Hingga saat ini ia sudah meluncurkan 2 buku yaitu sebuah kumpulan puisi berjudul Duka dan Cinta dan sebuah novel yang baru saja dirilis pada tahun ini yang berjudul Karaenta. Meski masih memiliki beberapa karya yang siap diterbitkan, namun Alif mengaku masih memepertimbangkannya untuk diterbitkan tahun ini. Hal itu dikarenakan, ia tidak ingin terlalu terburu-buru dalam menerbitkan buku dalam waktu jangka waktu berdekatan.
“Sejauh ini saya baru mengeluarkan 2 karya tulis yaitu kumpulan puisi dan satu novel. Sebenarnya ada beberapa tulisan yang sudah selesai, tapi saya masih mempertimbangkan untuk menerbitkannya sekarang,”
“Insya Allah secepatnya karena novel saya berjudul Karaengta baru terbit. Mungkin selanjutnya saya akan kembali menulis buku puisi atau novel. Karena bagi saya hidup itu harus menulis,” Imbuhnya.
Nama: Alif A. Putra
Tempat/Tanggal lahir: Sengkang/8 Januari 1992
Nama orangtua: Ayah: Arianto, S.H.; Ibu: Hj. Hanatidah Altar, S.Pd.,M.Si
Anak ke: satu dari 3 bersaudara; Nama adik: Dwi Kartika Arianto dan Zalfa Zahiyah Arianto.
Pekerjaan: Tenaga Pengajar Fakultas Hukum Univ. Borneo Tarakan
Alamat: Jl. Mulawarman, Tarakan.
Hobi: menulis, membaca, dan olahraga.
Karya: Duka Cinta (2017) [Buku puisi]; Karaenta (2020) [Novel]
Motto hidup: “Belajarlah untuk hidup dan hiduplah untuk belajar”
Lebih Tertarik Menekuni Dunia Sastra Daripada Bidang Hukum
Meski Alif A Putra seorang yang berlatar pendidikan Hukum d dian saat ini masih aktif mengajar di sebagai dosen Hukum di Universitas Borneo Tarakan (UBT), namun ia tidak dapat membohongi dirinya untuk tidak mencintai sastra. Menurutnya, meski saat ini hal tersebut menimbulkan banyak pertanyaan, namun ia menjelaskan jika hal tersebut bukanlah sebuah hal yang salah.
Menurutnya, semua orang memiliki jiwanya masing-masing. Sehingga meski ia memiliki latar belakang hukum, namun ia merasa warna hidupnya ada pada dunia sastra. Sehingga hal itulah yang membuatnya, terus menjalani dua ritinitas tersebut secara beriringan.
“Banyak orang bertanya kenapa orang Hukum terus hobi menulis. Tulisannya bukan soal Hukum lagi. Menurut saya setiap orang kan punya warna hidupnya masing-masing. Mungkin untuk hidup, saya memakai kendaraan/pekerjaan di ilmu hukum tapi jalan/hobi yang saya pakai adalah sastra,” tuturnya.
Meski demikian, ia menjelaskan alasan dirinya tidak membuat karya tulis yang bekertaitan dengan hukum, tidak lain karena ia merasa belum cukup tertarik dengan hal tersebut. Walau demikian, ia mengaku juga memasukan sedikit edukasi hukum pada karya novel terbarunya.
“Saya pikir, untuk membuat karya tulis tentang edukasi soal Hukum, saya hanya merasa belum cukup berkompeten. Latar belakang saya memang bidang Hukum, tetapi fashion saya ada di Sastra,” ucapnya.
“Sedikit bocoran di novel saya yang berjudul Karaenta, ada beberapa edukasi Hukum yang saya selipkan di novel itu. Sedikit yah, menyelipkan unsur hukum ke dalam karya sastra,” lanjutnya.
Pria kelahiran Sengkang 8 Januari 1992 tersebut menjelaskan, alasan mengapa dirinya lebih nyaman berkarya soal sastra tidak lain karena sastra memiliki standar luas dan tidak terpaku pada satu penilaian sisi saja.
“Saya merasa sastra bersifat abstrak dan tidak bisa dinilai oleh satu sisi saja. Tidak ada patokan pasti dalam menilai baik-buruknya sebuah karya. Karena setiap orang memiliki persepsi masing-masing dalam menikmatinya,” terang pria Alumni Universitas Hasanuddin tersebut.
Terkait kendala dalam menulis, Ia mengakui jika kendala utama adalah adanya gangguan mood dan rasa lelah saat menulis. Meski demikian, menurutnya hal tersebut cukup manusiawi. Meski demikian, ia menyarankan kepada seorang penulis pemulah untuk menulis untuk tidak mudah putus asah untuk melanjutkan tulisan.
“Memang dalam menulis bisa dikatakan susah-susah gampang, biasanya orang yang mengalami kebuntuan dalam menulis itu faktornya satu mood menurun, kedua dalam kondisi lelah. ada juga yang memerlukan suasana tertentu untuk membangkitkan moodnya,” ujarnya.
“Menurut saya, untuk mengatasi hal itu biasanya saya mengistirahatkan diri untuk menulis selama 2 atau 3 hari. Dan kita bisa mengantikannya dengan aktivitas lain untuk membangkitkan mood dan menyegarkan pikiran kita. Misalnya saya kalau lagi mentok menulis novel, saya membaca buku, nonton, nongkrong di tempat yang berpotensi membuat hadirnya inspirasi,” terangnya.
Meski menjadi penulis tidaklah berpenghasilan besar, namun menurutnya dapat menjalankan hobi dengan mendapatkan penghasilan merupakan sebuah hal yang diinginkan setiap orang. Sehingga menurutnya, punya kesempatan menulis saja, hal tersebut cukup menyenangkan.
“Menurut saya semua penulis atau orang yang baru memulai menulis pasti mengalami hal itu. Tapi pengalaman dari saya kepada mereka yang ingin memulai menjadi penulis adalah tulis saja apa mau kita ungkapkan. Untuk bagus tidaknya tulisan itu nomor 2. Karena kalau tidak mencoba kita tidak akan pernah bisa dalam berkarya,”
“Ada sebuah pepatah pekerjaan yang paling ideal adalah hobi yang dibayar. Mungkin tidak ada orang di dunia ini yang menolak melakukan hobinya dengan dibayar. Lebih kurangnya fashion itu, itu sudah resiko kita menjalaninya,” pungkasnya. (KT/RMA)