Pernah Baca? Kisah Nenek Savina, Si Lansia Produktif
Tarakan, Kalpress — “Lebih baik di sini saja duduk-duduk sambil jualan ada yang beli saya bersyukur, tidak ada yang beli juga tidak apa-apa, dari pada saya duduk di rumah sudah pasti saya tidak dapat apa-apa.” itulah ungkapan seorang wanita paruh baya berusia 73 tahun yang masih semangat dalam melanjutkan hidup untuk mencari nafkah.
Savina adalah sosok lansia produktif yang tetap berkerja diusia yang tak muda lagi, pekerjaan kasar yang ditekuninya kurang lebih satu tahun ini ialah salah satu cara untuk membuat hatinya legah dalam menghabiskan masa tuanya.
Selain itu, ia mengatakan tetap bekerja di usianya yang tak muda lagi bukan semata-mata untuk meteriil, tetapi ia hanya ingin ada kegiatan di usia tuanya.
Berjualan sembako hingga bensin eceran (rombong) disetengah bahu jalan daerah Gunung Lingkas adalah hal yang ia lakukan setiap harinya. Sedari jam delapan pagi hingga pukul empat sore.
Terlebih lagi, dimasa pandemi seperti ini membuat segala sesuatu menjadi sulit, hampir semua sektor merasakan hal ini termasuk pedagang kecil, begini lah yang dirasakan nenek Savina sebagai pedagang kaki lima.
“Kalau untuk sekarang jarang ada yang beli semenjak ada Pandemi covid-19 ini jarang sekali ada yang beli, biasanya sebelum adanya ini saya bisa dapat Rp 200 ribu sampai Rp 350 ribu per hari, tapi semenjak ada Pandemi Covid-19 ini kadang dapat Rp 50 ribu, dan paling banyak sehari dapat Rp 100 ribu” tuturnya saat dikonfirmasi kalpress.id (19/08/2021).
Meskipun sempat dilarang berjualan oleh sang anak, melihat kondisi nenek Savina yang sudah berusia lanjut membuat sang anak khawatir akan kesehatan nenek Savina.
“Pertama kali saya jual begini anak saya marah dan tidak mau mengizinkan saya berjualan, tapi saya tetap saja berjualan soalnya saya tak bisa kalau tidak dapat uang dalam sehari jadi maka dari itu saya tetap berjualan”
“Alasan saya tetap berjualan begini kan untuk menghidupi kebutuhan saya juga kalau cuma berharap dari pemberian uang dari anak saya, saya kan jadi sungkan buat berbelanja takutnya kalau habis saya tidak di beri uang lagi oleh anak saya, jadi maka dari itu saya tetap berjualan” ujarnya.
Kendati demikian, Ia mengatakan yang lebih bahaya dari panasnya terik matahari, debu jalanan, ialah seseorang yang berlaku jahat terhadap mata pencariannya juga bagi dirinya.
“Saya pernah dijahati orang, bensin saya enam botol diambil tanpa dibayar, rokok yang saya jual juga pernah dicuri. Bukan hanya itu, sementara saya membaca Al-Quran, tas saya dicuri yang dimana uang hasil jualan ini semua ada ditas itu” Jelas suara yang keluar dari ucapannya bercampur sedih.
Tak sampai disitu, dirinya juga sempat di datangi petugas pengaman jalan yang lebih kasihan terhadap parit dibanding dirinya yang berjualan.
“Pernah juga ada petugas yang larang saya jualan di sini petugasnya itu datang pakai mobil, ngomongnya gini sama saya, bu jangan jualan di atas parit ini, kasihan parit nya”
“Jawab saya dengan cepat, bapak lebih kasihan dengan parit ketimbang saya sebagai manusia. Bapak boleh rubuhkan tempat jualan saya, tetapi bapak jangan salahkan saya mencuti, saya nyari duit dengan cara yang halal di larang jadi mending saya mencuri aja dengan cara yang haram”. Tegasnya.
Penulis : Herliansyah
Editor : Ahmadnurmansyah