HMI : Vaksin? Penanganan COVID-19 Jangan Sampai Blunder Lagi!!!

Tarakan, Kalpress – Meski sebagian besar organisasi kemahasiswaan mendukung penuh program Vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah. Namun berbeda dengan pandangan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tarakan.

Kabid Partisipasi Pembangunan Daerah HMI Cabang Tarakan, Adry Setiawan Ramadan menuturkan, semenjak isu vaksinasi digembar-gemborkan kepada seluruh masyarakat Indonesia pada November 2020 lalu, banyak menuai pro dan kontra. Meski tidak menolak program vaksinasi, HMI juga terkesan tidak mendukung program tersebut. Hal itu dilakukan atas berbagai pandangan HMI yang melihat belum adanya hal kontradiktif yang terjadi di tubuh pemerintah.

Bacaan Lainnya

“Saya melihat tidak hanya masyarakat awam yang menolak untuk di vaksin ada pejabat Negara juga yg ikut menolak karena berbagai pertimbangan salah satunya terkait efektivitas vaksin sinovac dilansir dari South China Morning Post, data uji coba terbaru mencatat efektivitas Vaksin Sinovac hanya ada di angka 50,4 persen,” ujarnya, kemarin (14/01/2020) kepada Kalpress.com.

“Yang kedua terkait biaya vaksinasi, walaupun pada saat pidato presiden Jokowi beberapa waktu yang lalu mengatakan vaksinasi yang akan dilakukan di Indonesia tidak akan di pungut biaya, kontradiktif dengan apa yang di sampaikan oleh mantan Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto yang mengatakan biaya vaksin COVID-19 Sinovac berada pada kisaran Rp. 200.000 rupiah” sambungnya.

Hal ini membuktikan bahwa gaya komunikatif pejabat istana yang saling bertolak belakang menimbulkan Public Distrust sebelumnya juga Terawan pernah mengatakan “Kok semua pakai masker? Kalau sakit pakai masker kalo sehat ya nga usah mengurangi oksigen tubuh,” tukasnya mempraktekkan argumen yang pernah diucapkan eks Menkes Terawan.

Menurutnya, bahkan blunder-blunder yang lain juga seperti lambatnya penyerapan anggaran di kementrian kesehatan dari Rp.75 Triliun tupiah, baru keluar 1,53 persen. Hampir di setiap kebijakan pemerintah terkait penangan COVID-19 tuai hal yang kontroversial, antara lain Menaikan iuran BPJS Kesehatan, lalu  tetap menggelar Pilkada di tengah pandemi COVID-19, serta melenggangkan RUU Cipta Kerja ditengah Pandemi yang secara otomatis memicu kerumunan demonstrasi oleh mahasiswa dan buruh.

Lanjutnya, seharusnya dalam kondisi seperti ini pemerintah harus lebih mementingkan kesehatan masyarakat di atas kepentingan apapun dan saat ini beberapa kalangan masyarakat sudah tidak mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

“Hampir setahun lamanya Indonesia berupaya menangani pandemi COVID-19 bahkan sampai saat ini pun kasus penyebaran terus melonjak statistik juga belum memperlihatkan tanda-tanda penurunan yang signifikan.” Tegasnya.

“Saat ini upaya baru itu dilakukan dengan cara vaksinasi kepada masyarakat, yah walaupun gratis masih banyak masyarakat yang takut untuk di vaksin karena melihat efek dari vaksin itu sendiri. Kita tidak menginginkan kebijakan vaksinasi ini sebagai blunder yang kesekian kalinya dalam menangani COVID-19”.

Selain itu, statment pemerintah melalui Wamen Hukum dan Ham Eddy Hieraj menyampaikan bahwa apabila ada warga Negara yang tidak mau di vaksin maka akan dikenakan sanksi. Bisa berupa denda dan juga penjara bahkan bisa keduanya itu didasarkan UU No 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan Kesehatan, dan saya rasa lagi-lagi ini bukan bentuk komunikasi yang baik bagi pejabat Istana karena terlalu memperlihatkan ke Otoriteran dengan membungkus hal tersebut dengan ancaman pelanggaran Hukum.

Selain itu, pihaknya beranggapan jika pemerintah ingin mendapatkan respek dari masyarakat, sebaiknya pejabat memperhatikan gaya komunikasi lalu kebijakan-kebijakan yang akan diambil berkaitan dengan masyarakat lebih memperhatikan kesejahteraan umum.

“Coba saja dari awal pemerintah lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan lebih selektif dan transparan dalam menangani COVID-19 pasti akan mendapatkan Respect dari Masyarakat.”

“kita sama-sama berdoa semoga Vaksinasi ini bukan lagi jalan yang salah,” pungkasnya. (KT/RMA)”.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar

  1. Penolakan dari berbagai elemen masyarakat terkait vaksinasi ini juga bentuk dari turunya kepercayaan masyarakat pada pemerintah, blunder-blunder pada pihak pemerintah harus cepat diobati agar kepercayaan masyarakat kapada pemerintah bisa kembali, namun sayang dalam hal ini pemerintah kembali menegaskan keotoriterisannya dengan memberikan hukuman bagi siapa saja yang menolak divaksin. Belum lagi ditengah krisis kesahatan dan ekonomi yang terjadi pada masyarakat, pemerintah malah menaikan iuran BPJS, entah apa yang pemerintah pikirkan.