Kisah Juru Parkir! Punya Anak Buta Aksara, Berharap Bisa Mengenyam Pendidikan

Linda dan Istri Jess dihadapan jualan yang dijajakannya. (Foto: Ahmadnurmansyah)

 Juru Parkir! Punya Anak Buta Aksara, Berharap Bisa Mengenyam Pendidikan

Linda dan Istri Jess dihadapan jualan yang dijajakan Risky dan Linda. (Foto: Ahmadnurmansyah)

Tarakan, Kalpress – Jess sapaan akrabnya. Seorang pria bernama Saban Sanukar (47) dari Lamahala, Flores, Nusa Tenggara Timur, yang mengadu nasib di Utara Kalimantan.

Bacaan Lainnya

Mengisi perbincangan yang berputar pada kehidupan. Jess yang sudah 20 tahun silam berada di Bumi Pagun taka menceritakan kisahnya. Dari ruang tamu yang bisa penuh hanya di isi dengan enam orang saja, di tengah obrolan Jess bercerita mengenai anaknya yang buta aksara lantaran tidak bersekolah.

Mulanya, Risky (12) dan Linda (11) anak Jess seorang juru parkir lepas yang tidak mampu untuk sekolah kan anaknya. Meski pemerintah telah mengratiskan biaya sekolah, namun Jess belum mampu memenuhi hak sang anak yang seharusnya didapatkan. Seperti sekolah dan bermain. Risky dan Linda malah harus ikut berkerja kasar sebagai penjual kerupuk di seputaran kota Tarakan untuk memenuhi biaya kehidupan keluarga. Hal itu karena minim waktu kedua orang tuanya melakukan pengurusan masuk sekolah lantaran merawat sang balita serta harus mengurangi beban biaya lainnya untuk keperluan sekolah.

“Kondisi kami seperti inilah, status kerja terbatas juga, jadi aku tidak bisa sekolah kan anakku. Anakku bekerja juga bukan karena inginku,” kata Jess sambil menghela nafas panjang. (13/02/2022).

Perkerjaan kasar tersebut dilakukan Jess guna menghidupi ke lima anak dan seorang istrinya. Jess tidak memiliki pilihan lain selain menjadi tukang parkir lepas. Mengingat pendidikannya yang tidak selesai di sekolah dasar, sehingga membuatnya sulit untuk mencari pekerjaan lain.

“Aku bekerja sebagai tukang parkir lepas, karena memang saya belum medaftar ke pemerintah (Perumda) sebagai tukang parkir resmi. Karena keterbatasan aku pun tak tamat SD,” ungkap pria asal Lamahala itu.

Sementara, Risky dan Linda yang banyak menghabiskan waktunya menjajakan jualan nya dijalan dibanding untuk belajar disekolah. Hal ini pula yang menjadi keluhan Jess terkait nasib anaknya yang akan nanti seperti dirinya. Kemudian pula sang istri yang banyak menghabiskan waktu bekerja dirumah dan mengurus sang balita yang dimilikinya.

“Penghasilan perhari cukup lah sekitar seratus ribu keatas. Sebelumnya anakku pernah terjaring razia, pemerintah sudah pernah kesini setelah anakku terkena razia. Persoalan bantuan kami tidak pernah dapat, untuk dokumen di keluarga kami lengkap,” kata dia.

Dengan hadirnya seorang anak dalam keluarga sederhananya, Jess semakin merasa bertambahnya beban yang harus dipikulnya. Anak Jess yang masih kecil perlu dipenuhi segala kebutuhannya. Terlebih lagi satu orang anaknya yang bersekolah dikampung kelahirannya, harus Jess penuhi dengan mengirimkan uang untuk biaya pendidikannya. Sementara biaya listrik, biaya air, biaya rumah dengan penghasilan serba pas-pasan harus tetap ia usahakan.

“Dua anakku itu, hampir dua tahun lebih berjualan kerupuk. Dari hasil anakku berjualan kerupuk dan sementara aku hanya menjadi juru parkir semua dihabiskan untuk kebutuhan hidup keluarga, biaya perbulan tidak bisa aku tentukan. Tetapi semisalnya aku dapat bantuan ya aku bersyurkur,” ungkap Jess.

Meskipun mengeluh bagian dari kehidupan, Jess tetap menyembunyikan keluhan itu ditengah obrolan yang sedang berjalan.

“Tapi aku tidak mau menggeluh. Buat apa kita menceritakan kesusahan kita kepada banyak orang. Ya tentunya, aku berharap anakku bisa bersekolah, dan tidak berjualan lagi. Tidak ada orang tua yang mau anaknya susah dikemudian hari,” harapnya (*)

Penulis: Ahmadnrmansyah

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *