Pemuda: Menjadi Manusia dalam Bekerja (Bersatu, Bangkit, dan Tumbuh)

oleh :
Alif A. Putra
(Dosen FH UBT dan penulis)
“Kita ditakdirkan melihat yang tercerahkan, bukan cahaya.”—Goethe, Pandora
Pemuda adalah warga Negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) tahun sampai 30 (tiga puluh) tahun.1Tepat pada tanggal 28 Oktober 1928 sejarah tercipta dengan lahirnya Soempah Pemoeda yang dicetuskan oleh para tokoh Indonesia saat itu di antaranya adalah Sugondo Djojopuspito, R.M.Joko Marsaid, Muhammad Yamin, Amir Sjarifuddin, Johan Mohammad Cai, dan Katjasoengkana. Melalui Kongres Pemuda kedua di Batavia (Jakarta) yang merupakan kongres lanjutan darikongressebelumnya yang diselenggarakan pada tanggal 30 April sampai 2 Mei 1926 yang berprakarsa untuk menumbuhkan rasa nasionalisme kebangsaan kepada para pemuda Indonesia saat itu.
Indonesia pada saat itu atau pada masa sebelum kemerdekaan terdiri dari beberapa kelompok kepemudaan yang berasal atau bercirikan kedaerahan atau bisa disebut juga sebagai organisasi kedaerahan seperi Jong Java,Jong Celebes, Jong Islamieten Bong, Jong Bataks, Pemuda Betawi, dan masih banyak lagi. Kongres kedua diselenggarakan di Gedung Oost Java Bioscoop (sekarang Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat) memiliki tujuan untuk melahirkan cita-cita perkumpulan pemuda dan pemudi di Indonesia; Membicarakan masalah pergerakan pemuda di Indonesia; dan Memperkuat kesadaran kebangsaan dan memperteguh persatuan Indonesia. Sehingga lahirlah Soempah Pemoeda yang memiliki tiga prinsip utama: satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa.
Sembilan puluh tiga tahun kemudian, Indonesia memperingati hari Sumpah Pemuda dalam keadaan keberagaman suku, agama, ras, dan kelompok rentan akan konflik horizontal yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Selain itu, Indonesia juga berperan aktif dalam penanggulangan penyebaran wabah Covid-19 telah melakukan vaksinasi sebanyak 69 juta vaksin atau rerata 25.3%dari populasi penduduk telah dinyatakan melakukan vaksin lengkap.Hal ini diharapkan pemuda dapat berpartisipasi dan berperan aktif dalam upaya bangkit dari keterpurukan akibat pandemi yang tak kunjung usai. Selain itu, peran pemuda 1 Pasal 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan juga sangat diharapkan dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi dengan semangat kewirausahaan.
Perubahan keadaan yang tak menentu menjadikan Indonesia dengan keberagaman masyarakat khususnya pemuda dituntut untuk mampu bertahan hidup. Terlebih situasi pandemi yang masih terasa di beberapa daerah yang meskipun jumlah terkonfirmasi positif perlahan-lahan tapi pasti telah mengalami penurunan. Indonesia sejatinya telah diuntungkan oleh bonus demografi saat ini, jumlah usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk secara keseluruhan. Hal ini bisa dimanfaatkan pemerintah maupun sektor swasta dalam merekrut pemuda-pemuda yang(seharusnya)memiliki kemauan dan hasrat tinggi dalam bekerja dengan target dan capaian tinggi.
Namun, hal ini justru menjauhkan pemuda dari sifat manusia dalam bekerja. Jam kerja yang bahkan mencapai 10 (sepuluh) jam dalam sehari sebagai bukti bahwa pemuda kini merelakan hidupnya untuk bekerja dan tidak lagi berempati dengan lingkungan ataupun situasi dan kondisi di sekitar. Manusia Indonesia—sebut Minke (tokoh utama dalam buku Pramoedya Ananta Toer)khususnya pemuda Indonesia kini ibarat robot pekerja yang tak punya apa-apa selain renjana. Terlebih, pemuda Indonesia yang sebagian besar berasal dari kaum milenial ini sulit untuk bertahan secara konsistensi dalam bekerja dan membuka diri dalam bekerja sama.
Pemuda Indonesia kini lebih sulit menjaga konsistensi daripada kehilangan pengikut di media sosial dalam sehari. Kehilangan kemampuan bertahan hidup dalam bekerja ini adalah sebuah anomali yang terjadi saat sumpah pemuda tercetus untuk pertama kali. Dahulu, pemuda mampu bertahan hidup meski dalam keadaan perang dan melawan penjajah. Kini, pemuda lebih nyaman memakai kaus daripada mengenakan dasi dan baju berkerah. Adanya revolusi yang menuntut sektor industri menerapkan teknologi memungkinkan pemuda bekerja hingga lupa nikmatnya bercinta. Selain bertahan hidup yang kini sulit dipunyai pemuda Indonesia, kemampuan adaptif pun sepertinya lebih jauh panggang dari api. Mudah menyusaikan (diri) dengan keadaan adalah sesuatu yang seharusnya dimiliki pemuda saat ini. Perkara menyesuaikan diri dengan keadaan, teknologi, ataupun dalam bekerja dengan tekanan tinggi seharusnya tidak menyurutkan semangat dalam menumbuhkan ekonomi negara yang saat ini perlahan-lahan pulih seperti sedia kala. Kemampuan menggunakan dan memanfaatkan teknologi dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar menjadi syarat mutlak dalam bekerja terlebih dalam persaingan usaha yang sangat sengit.
Selain adaptif, kreatif pun sepertinya menjadi hal yang mutlak bagi para pemuda
masa kini dalam bertahan hidup kala pandemi. Kemajuan teknologi yang sangat pesat mengharuskan masyarakat Indonesia khususnya pemuda untuk berpikir kreatif dalam setiap melakukan tindakan. Penggunaan dan pemanfaatan media sosial yang semakin merajalela menjadi alasan nomor satu bagi pemuda untuk tidak lagi kekurangan informasi dan ilmu pengetahun. Pencipta konten(baca, conten creator)pun kini menjadi salah satu pekerjaan idaman bagi setiap anak muda yang mengaku dirinya kreatif.Keterbukaan informasi dan kebebasan berpendapat sejatinya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya pemuda, tidak ada lagi alasan untuk mengatakan “saya tidak tahu”atau “saya baru baca”. Sebab kreatif bukan saja berkenan dengan seni, tetapi juga tentang menciptakan.
Pemuda Indonesia kini memiliki tugas berat. Memikul tanggung jawab bangsa sebagai agen perubahan dalam situasi dan kondisi apapun. Pemuda dengan sumpahnya bertumpah darah satu, tanah air Indonesia. Pemuda Indonesia dengan ikrarnya untuk berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Pemuda Indonesia yang setia menjunjung bahasa persatu, bahasa Indonesia.Semua butuh waktu, hanya pembuktian yang ditunggu.
“Tanpa mempelajari bahasa sendiri pun orang takkan mengenal bangsanya sendiri”—Pramoedya Ananta Toer.
Wajo, 27 Oktober 2021.