Pertama di Kaltara, Turnamen Sepak Bola Api Bentuk Ekspresi Jaga Tradisi dan Kearifan Lokal
Tarakan, Kalpress – Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa Cabang Kota Tarakan mengadakan kegiatan Turnamen Sepak Bola Api untuk yang pertama kalinya di Kalimantan Utara.
Pada 9 Oktober 2021 lalu, tepat di halaman Pondok Pesantren Al-Hidayah Karang Anyar Pantai kegiatan ini dipenuhi antusias santri dan santriwati PSNU Pagar Nusa yang berjumlah 100 santri.
“Sebelum memulai pertandingan para santri PSNU Pagar Nusa telah dibekali doa-doa serta tirakat dan bersama-sama bersholawat dalam pembukaan kegiatan tersebut,”
Sama seperti permainan sepak bola pada umumnya, pemenang dalam permainan ini ditentukan lewat gol yang dihasilkan namun ada beberapa hal berbeda yang tidak akan ditemui pada sepak bola biasa.
“Bola dalam permainan ini terbuat dari kelapa tua yang airnya telah dibuang.
Bongkahan sabut yang berbentuk bundar kemudian direndam kedalam minyak tanah selama beberapa hari sehingga menghasilkan resapan yang maksimal dan dapat terbakar,”
“Pertama jumlah pemain yang turun kelapangan berjumlah empat orang dengan keadaan pemain yang tidak menggunakan alas kaki,”
Walaupun terbilang berbahaya, permainan sepak bola api penuh dengan pesan moral. Keberanian dan keyakinan merupakan hal pertama yang harus dimiliki seseorang untuk ikut dalam permainan ini, tanpa hal tersebut tidak mungkin seseorang akan terlibat.
“Dengan tingkat cedera yang lebih tinggi dari olahraga biasa, pemain dituntut untuk berkompetisi dengan tetap memperhatikan keselamatan lawan maupun teman satu timnya. Kemenangan bukanlah satu-satunya yang dikejar dalam permainan ini,”
Kesempatan yang sama juga diberikan kepada setiap kalangan tanpa membedakan gendernya.
Meski berbahaya, para santriwati juga kerap memainkan permainan tersebut. Tak ada larangan bagi perempuan untuk ikut berpartisipasi.
“Turnamen bola api ini bagian dari ekspresi dan tradisi Islam Nusantara, hal itu bagian masih menjaga tradisi dan kearifan lokal,”
“Ini merupakan ikhtiar penjagaan dakwah islam sebagaimana dahulu dilakukan oleh para wali. Hanya dengan ekspresi semacam ini, Indonesia akan tetap terjaga dari bahaya kelompok agama radikal dan jurang perpecahan,” (*)
Editor: Kalpress.id